• Jelajahi

    Copyright © 2019- Garut Selatan Net Media
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan Header

    Nabi Isa As Dan Hubungan Antara Islam-Kristen

    Garsel Net
    Editor: Garutselatan.Net
    Iklan
    Baca Juga

    Nabi Isa As Dan Hubungan Antara  Islam-Kristen - Isa atau Yesus ialah figur penting di dalam Alquran. Perbincangan mengenai Yesus menjadi sarana membicarakan berbagai ajaran Al-Quran. Ayat-ayat Al-Quran mengenai Yesus Putra Maryam menjembatani iman Islam dan Kristen. Pada saat yang sama, Al-Quran menunjukkan beberapa pandangan berbeda mengenai Yesus. Tapi, perbedaan pandangan tersebut tak menjadi tembok pemisah antara kedua agama dan umatnya. Lebih jauh lagi, komunitas Muslim yang awal hidup dalam suasana antariman yang nirsektarian. Juga tidak mengarah kepada benturan peradaban.

    ilustrasi


    Islam muncul di Jazirah Arab pada abad keenam Masehi, di tengah masyarakat pagan atau politeis, dan juga masyarakat Kristen dan Yahudi. Konteks kesejarahan ini, tentu saja, memengaruhi perkembangan Islam sebagai agama dan umat yang baru. Para sejarawan melaporkan Kristen di Jazirah Arab, dan juga di wilayah sekitarnya seperti Suriah, menganut gagasan trinitas, yaitu kesatuan Tuhan Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Karenanya, Al-Quran juga merespon pandangan keagamaan ini.


    Di dalam Al-Quran, Isa atau Yesus dipandang sebagai hamba Allah (abdullah), nabi, dan rasul. Tuhan mengajarinya Taurat, memberinya Injil (3:48), dan membantunya dengan Roh Kudus (2:87). Yesus adalah ‘kata’ atau kalimah dari Tuhan, yang dihormati di dunia ini dan di akhirat (3:45). Yesus diciptakan dari debu seperti halnya Adam (3:59). Serupa nabi lain, nama Yesus disebut bersama frase alaihis salam (A.S.), semoga damai menyertainya.


    Al-Quran menyebut beberapa mukjizat Isa A.S. Ia dapat menyembuhkan orang buta dan yang sakit kusta, dan membangkitkan orang yang sudah mati menjadi hidup kembali. Begitu pula, Yesus dapat menciptakan burung dari tanah lempung. Ketika para pengikutnya meminta, Nabi Isa dapat menghadirkan meja yang penuh hidangan. Mukjizat lain yang disebut Al-Quran adalah kemampuannya mengetahui apa yang dimakan orang dan apa yang mereka simpan di rumah mereka (3:49). Berbagai mukjizat ini bukan bukti ketuhanan Yesus, melainkan bukti nyata kerasulannya.


    Isa lahir dari perawan Maryam. Maryam ialah perempuan paling menonjol di dalam Al-Quran. Ia disebut dengan nama pribadinya. Selain itu, ada Surah yang menggunakan namanya. Surah Maryam adalah satu-satunya Surah yang menggunakan nama perempuan. Al-Quran berkali-kali menggambarkan Maryam sebagai perempuan baik-baik yang saleh dan beriman. Pada saat yang sama, Al-Quran menekankan Maryam dan anak satu-satunya adalah ciptaan Tuhan.


    Surat Maryam menceritakan dengan cukup rinci tentang kehamilannya sebagai perawan (19:16-34). Jibril atau Ruh dari Tuhan datang ke Maryam dalam bentuk laki-laki. Jibril mengatakan ia diutus Tuhan menyampaikan bahwa Maryam akan mendapat anugerah berupa anak laki-laki yang suci. Maryam bertanya bagaimana mungkin dia hamil tanpa disentuh laki-laki. Tapi Jibril mengatakan, bagi Tuhan itu perkara mudah. Maka Maryam mengandung. Ia mengasingkan diri ke tempat yang jauh. Ketika persalinan mendekat, ia merasa sakit sekali sehingga merasa lebih baik ‘mati dan dilupakan’. Jibril menghiburnya, dan memintanya supaya tetap makan kurma dan minum dari air yang mengalir di dekatnya.


    Kalau ada yang penasaran mengenai siapa yang membentu proses kelahiran Yesus, maka jawabnya adalah, Maryam melahirkan Yesus tanpa bantuan siapa-siapa. Ketika ia kembali ke komunitasnya, Maryam dituduh macam-macam dan tidak bersedia menjawabnya. Dengan mukjizatnya, Bayi Yesus sendiri yang memberikan jawaban. Dia adalah hamba Allah, yang mendapatkan Alkitab, yang menjadi nabi, yang diberkati di mana-mana, yang melakukan salat, membayar zakat, berbakti pada ibu, dan tidak arogan. Itulah Isa putra Maryam, menjadi representasi ajaran Islam.


    Jadi, kesamaan pandangan Kristen dan Islam, meliputi banyak segi. Termasuk di antaranya adalah monoteisme. Tuhan Islam dan Tuhan Kristen adalah satu. Ajaran kitab sucinya banyak yang mirip dan tumpang tindih, termasuk keyakinan mengenai kelahiran Yesus dari Perawan Maryam. Kedua agama juga memiliki keyakinan eskatologis yang sama mengenai datangnya hari kiamat, ketika Yesus muncul dan menyingkirkan dajjal (al-masih al-dajjal) atau anti-kristus.


    Bedanya, Al-Quran menolak keyakinan tentang Isa sebagai anak Tuhan. Menurut Al-Quran, Tuhan tidak punya anak (5:17). Tuhan tidak beranak atau diperanakkan (112:3). Tidak punya sekutu (4:48). Al-Quran juga tidak menerima paham tentang kematian Yesus di tiang salib. Yang disalib Yahudi adalah orang lain yang menyerupai Yesus (4:156-59). Yesus sendiri naik ke langit hidup-hidup.


    Yang perlu diperhatikan adalah apakah perbedaan mengenai ketuhanan Yesus memengaruhi interaksi Muhammad dan pengikutnya dengan Kristen di sekeliling mereka. Ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa perbedaan keyakinan tersebut tidak mengganggu kerjasama. Ini dapat dipahami tidak dari sudut toleransi atau benturan peradaban yang merupakan fenomena moderen. Fenomena modern ini ditandai dengan batasan-batasan yang jelas mengenai agama dan bagaimana politik sesekali menggunakan perbedaan sebagai modal meraih kuasa.


    Sebaliknya, ciri lokal masyarakat ketika itu lebih berperan. Muhammad dan pengikutnya hanyalah minoritas di tengah komunitas Yahudi, Kristen, dan pagan. Selain itu, batasan antariman kabur, dalam konteks saling ketergantungan agama dan budaya setempat. Selain itu, ada juga usaha menjalin kerangka kerjasama, misalnya melalui Piagam Madinah, semacam konstitusi yang disepakati Muhammad dan pemimpin Yahudi dan pagan di Madinah. Beberapa ilustrasi dapat disebutkan di sini.


    Ketika Muhammad dan pengikutnya mengalami penindasan di Makkah, Nabi Muhammad meminta sebagian pengikutnya mengungsi ke Abesinia atau Etiopia sekarang. Pengungsian ini berlangsung dalam dua gelombang pada tahun 615 dan 616. Ketika itu, Abesinia dipimpin Najasyi, Raja Kristen yang menerima dan melindungi pengungsi pengikut Muhammad. Belasan tahun kemudian, mereka kembali ke Madinah, yang telah menjadi domisili Nabi. Tetapi, sebagian tinggal di Ethiopia dan menjadi cikal bakal masyarakat Muslim pertama di luar Jazirah Arab.


    Di Madinah, Muhammad beberapa kali menerima kunjungan tokoh agama Kristen di Najran, di bagian Selatan Jazirah Arab (sekarang di Saudi Arabia, dekat perbatasan dengan Yaman). Beberapa dari kunjungan ini, tidak urung, menyangkut perdebatan teologis. Tetapi, ada juga persaudaraan. Ketika berkunjung, Kristen Najran melakukan kebaktian di Masjid Nabi. Tidak aneh jika beberapa khalifah sesudah Nabi biasa sembahyang di gereja-gereja di Yerusalem dan Suriah, misalnya.


    Yang juga penting adalah bagaimana saling ketergantungan dan kerjasama terjadi dalam konteks perang di jalan Allah. Pada masa Nabi, Nabi sendiri memimpin sebanyak 27 ekspedisi dan perang. Di dalam Sunan al-Tirmidhi, ada uraian mengenai hak Kristen dan Yahudi mendapatkan bagian dari pampasan perang (b?b ma j?’a fi ahli al-dhimmah yagz?na ma`a al-muslimin hal yushamu lahum). Disebutkan bahwa Nabi Muhammad memberikan bagian sekelompok Yahudi yang berperang dengan Nabi (al-Tirmidhi 368-369). Riset sejarah yang dilakukan U. Rubin dan R. Hoyland juga menyimpulkan bahwa Yahudi tidak hanya berpartisipasi dalam mendanai perang Nabi, tapi juga memainkan peran aktif dalam perang. Bagian mereka dari pampasan perang sama dengan bagian pengikut Nabi.


    Para penerus Nabi, sejak dari periode empat khalifah pertama dan seterusnya, melanjutkan penaklukan-penaklukan ke berbagai daerah baru yang cakupannya jauh lebih luas dari kawasan Islam periode Nabi, seperti Palestina, Suriah, Mesir, Irak, Persia, sampai ke India. Dalam proses ini, umat Islam bertemu dengan berbagai komunitas dengan perkembangan politik yang bervariasi. Walaupun interpretasi sejarah yang belakanga cenderung menganggap bahwa perang yang terjadi sesudah Nabi hanya dilakukan kaum Muslim (mitos Islam disebarkan dengan pedang), riset yang belakangan menunjukkan bahwa perang fi sabilillah diikuti Kristen, Yahudi, dan pagan.


    Ciri majemuk dan antariman tersebut berlanjut setidaknya sampai abad ke-9 Masehi atau abad ketiga Hijriah, ketika beberapa suku Nasrani di wilayah Libanon ikut serta dalam pasukan Muslim. Yang juga pernah menjadi unsur angkatan perang Muslim adalah kaum Majusi atau Zoroaster Persia. Tentu saja, pada masa tersebut baik laskar Nasrani maupun laskar Zoroaster tidak dipungut pajak kepala atau jizyah. Jizyah sebagai pajak kepala bagi non-Muslim, serta pajak untuk penganut Islam, masih dalam proses pembentukannya dan penerapannya masih bervariasi. Peran serta unsur-unsur Zoroaster mengisyaratkan perluasan pengertian ahlu-l-kitab sehingga mencakup Zoraster dan kemudian Hindu, selain Yahudi dan Kristen yang sudah lebih dulu tercakup.


    Sekarang kita hidup di zaman yang ditandai dengan fasisme keagamaan. Yang ditekankan adalah sikap beragama yang kaku dan tidak menerima kritik. Doktrin keagamaan kadang-kadang dijadikan olok-olok. Kapasitas menjembatani perbedaan budaya cenderung diperlemah dan dimatikan. Komunitas agama-agama seakan ingin hidup independen, terpisah dari agama dan penganut agama lain.


    Yang dilupakan, baik di Indonesia maupun di tempat lain, adalah kapasitas bekerja sama dalam rangka mencapai kepentingan bersama, dalam kondisi yang majemuk dan antariman. Kisah Isa A.S. di dalam Al-Quran dan pengalaman historis umat Islam masa awal menjadi amat bermakna dalam konteks ini.


    Dirangkum dari berbagai sumber.



    Baca Artikel Menarik lainnya di Google News GARUTSELATAN.NET

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini