• Jelajahi

    Copyright © 2019- Garut Selatan Net Media
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan Header

    SEREM, Misteri Suara Gaib Auman Harimau Prabu Siliwangi di Hutan Sancang Garut

    GSN
    Editor: Garutselatan.Net
    Iklan
    Baca Juga

    GARUTSELATAN.NET - Jika Anda mendengar Hutan Sancang, tentu yang muncul di benak pertama kali adalah sesuatu yang angker atau keramat, sesuatu yang dikait-kaitkan dengan tempat bersemayamnya Prabu Siliwangi.


    Misteri Suara Gaib Auman Harimau Prabu Siliwangi @Garut.selatan 


    Hutan atau Leuweung Sancang berada di Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut. Jarak tempuh dari jalan raya utama menuju desa tersebut sekitar 15 menit. 


    Saat memasuki desa Anda akan berjumpa dengan gerbang desa berupa dua tugu dengan lambang kujang dan patung macan di sisi kiri dan kanan gerbang desa. Tulisan Allah dan Muhammad dalam Bahasa Arab terbaca jelas pada dinding gerbang desa.


    Setelah sampai di ujung desa, yang merupakan pintu gerbang masuk Hutan Sancang, kami menitipkan sepeda motor di rumah warga dan berinteraksi dengan warga tentang hutan tersebut.


    Semula, saya sendiri tidak berniat untuk masuk ke kawasan tersebut. Akan tetapi, sebuah ‘panggilan gaib’ atau wangsit secara tiba-tiba menghampiri istri saya. 


    Percaya atau tidak, istri saya memang mendapatkan panggilan gaib. Dan memang ayah dari istri saya itu berasal dari kampung Hutan Sancang dan pernah tinggal di kawasan ini. Kami pun memutuskan singgah ke tempat keramat itu untuk berziarah dan menjelajahi Leuweung Sancang.


    Sebelum masuk Sancang, kita harus melalui daerah Desa Sancang IV. Akses ke desa tersebut, bisa dilalui dengan kendaraan roda dua ataupun roda empat. Kondisi jalannya beragam. Sebagian bagus namun sebagian lagi lapisan bebatuan dan tanah


    Menurut warga di desa ini, Leuweung Sancang merupakan tempat bersemayam atau tempat tinggal Prabu Siliwangi sampai saat ini, kawasan yang merupakan ‘kerajaan gaibnya’.


    Mungkin ini ditandai oleh tugu masuk desa berupa dua ekor macan putih, yang konon perwujudan para patih kerajaannya.


    Setelah menyeberangi sungai selebar kira-kira 15 meter dengan menggunakan rakit, kami melanjutkan perjalanan ke tanah yang sedikit menanjak. Hingga akhirnya kami sampai di salah satu tempat keramat yang legendaries itu, Tempat Pemandian Air Keramat Sancang IV, atau lebih popular disebut Curug Kadigjayaan.


    Kenapa disebut Curug Kadigjayaan? Konon di sini adalah tempat orang melaksanakan ritual dengn tujuan untuk mendapatkan Power, Pengaruh dan Kepemimpinan, atau diabstraksikan sebagai Kadigjayaan atau Digjaya.


    Misteri Suara Gaib Auman Harimau Prabu Siliwangi @Garut.selatan 


    Sumber air curug ini berasal dari sejumlah mata air yang ada di atas curug yang jatuh melalui akar-akaran yang bergantungan dan terkumpul menjadi beberapa bagian, sehingga tetesannya terkumpul dan menetes dalam volume banyak seolah-olah seperti shower alami.


    Di bagian belakang akar tanaman yang teraliri mata air itu terdapat sebuah tempat cukup besar berupa cekungan yang sudah dibuat untuk keperluan ritual tertentu, seperti wirid dan berkomunikasi dengan leluhur.


    Pada bagian bawah akar ada langsung tempat mandi yang tetesan airnya bisa dipakai langsung untuk mandi.


    Di bagian lainnya, ada tempat mandi dengan ruangan tertutup dengan dinding terbuat dari seng. Tak jauh dari tempat ritual ini, terdapat pula musala yang setengah terbuka dindingnya. Lantai bangunan ibadah ini terbuat dari kayu dan triplek pada dindingnya. Musola ini kira-kira cukup dapat memuat 5-7 orang.


    Sampai di tempat ini, kami duduk sejenak. Kemudian kami mencoba mandi di curug tersebut secara terpisah. Airnya terasa segar di badan. Apalagi setelah menempuh perjalanan panjang yang cukup melelahkan dari Pantai Santolo.


    Setelah mandi, kami pun melaksanakan Salat Ashar di musola dan segera menjalankan ritual di tempat yang berada di atas Curug Kadigjayaan. Kami berjalan menyusuri tanah yang menanjak, menembus hutan ke arah puncak tebing-kira kira 15 menit.


    Secara kebetulan, saat itu ternyata ada juga rombongan lain yang akan melaksanakan ritual. Dikawal oleh Sang Juru Kunci bernama Pak Sudin, kami bertujuh melakukan ritual.


    Pak Sudin memimpin langsung proses ritual. Duduk bersila dengan cara menghadap ke arah tebing. Di tempat ritual ini, terdapat altar kecil untuk menaruh sesajen, yang berfungsi untuk menghormati leluhur di tempat itu.


    Kami berdua memang tidak mengkhususkan diri untuk melaksanakan ritual seperti itu, oleh karena itu kami tidak membawa apa-apa pun selain air mineral, dan makanan sisa bekal perjalanan kami.


    Proses ritual berlanjut. Sang Juru Kunci melafalkan doa-doa dengan Bahasa Arab. Setelah itu, berlanjut dengan doa-doa dalam Bahasa Sunda. Tujuannya, agar kami semua yang ada di tempat itu dapat diterima untuk berkunjung dan berziarah.


    Sekitar 1 jam, Pak Sudin memimpin prosesi ritual. Rombongan selain kami, bergegas pulang lebih dulu. Tinggal kami berdua, bersama Juru Kunci.


    Kepada kami, Pak Sudin menjelaskan bahwa apa yang dilakukannya adalah bukan meminta sesuatu kepada para leluhur, melainkan hanya menjalankan salah satu syariat-nya saja. “Permintaan tetap ditujukan kepada Allah, Sang Penguasa Alam Semesta,” katanya.


    Berkali-kali dia menegaskan bahwa yang mengabulkan dan memungkinkan semua permohonan adalah hanya Allah, bukan selain Dia.


    Dari sini, kami mendapatkan wejangan pelajaran penting bahwa kita tidak boleh lupa dengan para leluhur, yang mempunyai ajaran agar selalu mawas diri, mengkaji diri, rendah hati, sederhana, dan selalu bermanfaat bagi orang lain.


    Waktu ternyata berjalan cepat. Saat maghrib pun hampir tiba. Jam sudah menunjukkan pukul 17.30 . Sang Juru Kunci pun menyarankan kami agar berkemas meninggalkan tempat ini. Dan memang suasana mencekam sudah sangat terasa di tempat ini.


    Bayangkan saja. Sore menjelang malam, Hutan Sancang sudah gelap-gulita. Cahaya bulan yang ada saat itu pun tidak mampu menembus kerapatan hutan ini. Hanya suara-suara alam yang terdengar sesekali. Kadang, suasana terasa hening sekali. Terasa sunyi dan senyap tanpa desiran angin. 


    Saya merasa berada di dunia lain. Gelap, hening, tidak ada kehidupan, diam. Waktu seolah tidak berputar. Sungguh fenomena yang belum pernah saya rasakan sebelumnya, selama saya menjelajahi hutan dan gunung sebelumnya.


    Kami tidak meninggalkan lokasi ritual berdua, tetapi tetap dikawal Juru Kunci. Posisinya, Pak Sudin di depan, istri saya di tengah, dan saya sendiri di belakang. Sungguh beruntung, saya kebetulan membawa ponsel yang ada lampu sorotnya.


    Dan pada saat itulah, sebuah pengalaman aneh terjadi. Pengalaman ini membuat bulu kuduk saya merinding sekali.


    Kejadiannya memang sungguh mendadak dan mengejutkan. Saat berjalan, tiba-tiba saja saya mendengar suara geraman harimau. Suaranya begitu jelas dan sontak membuat jantung ini hampir copot.


    Saya lihat ke sekeliling. Tak ada penampakan sama sekali. Padahal suaranya itu jelas terdengar di telinga. Saya masih penasaran. Terus melihat ke sekeliling, tapi hasilnya tetap nihil. Dan kami pun melanjutkan perjalanan.


    Pada perjalanan pulang itu, kami memang tertinggal. Sang Juru Kunci ternyata berjalan cukup cepat dan kami harus berjalan menyesuaikan dengan kondisi fisik istri saya. Apalagi track yang terus turun.


    Hingga akhirnya kami tiba di tempat penyeberangan. Sampai di seberang, kami harus kembali berjalan menapaki tangga dari batu dan tanah, yang membuat energi kami langsung terkuras. Susah payah, kami harus menyelesaikan perjalanan ini.


    Alhamdulillah, berakhir juga perjalanan menapaki tangga yang cukup ekstrem ini. Kami tiba pada jalan yang lumayan datar, dengan bermandikan keringat kami berdua terus berjalan menuju pos pintu masuk Hutan Sancang.


    Kejutan ternyata belum selesai. Kami memang harus tetap berjalan lagi ke tempat parkir motor. Tekanan muncul saat cuaca yang sebelumnya cerah mendadak berubah. Hujan turun mengguyur kami secara tiba-tiba disertai dengan sambaran kilat yang terus menerus.


    Mengejar kecepatan, kami tak sempat memakai jas hujan. Dengan kondisi basah kuyub kami menerobos hujan dan berharap agar cepat sampai di lokasi parkir motor. Sesekali kami terpeleset akibat jalan yang licin.


    Hingga akhirnya, kami sampai ke tempat parkir. Kami langsung mengetuk pintu rumah warga untuk berteduh dan berganti pakaian.


    Desa Sancang, malam itu memang mati lampu yang disertai hujan lebat. Sambaran kilat dan bunyi gemuruh guntur terus bersahutan yang membuat kami merinding. Sungguh pengalaman yang luar biasa untuk menguji mental kami.


    Setelah berganti pakaian, kami mengobrol sejenak dengan warga. Menyantap mie instan, meminum air putih hangat dan beberapa batang rokok, membuat kami merasa lebih nyaman dan hangat. Dan waktu saat itu sudah pukul 20.00 WIB.


    Saya pun berdiskusi sama istri. Bagaimana rencana perjalanan berikutnya? Semula kami berniat menginap di rumah warga ini. Ketika hujan reda, kami memutuskan melanjutkan perjalanan ke Pangandaran malam itu juga, dengan kondisi sebagian besar jalan gelap gulita.


    Pencarian yang banyak dicari:

    • hutan sancang 1 sampai 9
    • maung sancang
    • gunung sancang
    • sancang garut siliwangi
    • makam sancang garut
    • sancang 9
    • pohon kaboa sancang garut
    • misteri leuweung sancang



    Baca Artikel Menarik lainnya di Google News GARUTSELATAN.NET

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini