Dari semua ibadah, ada sholat tarawih atau disebut qiyâmu ramadlân yang terasa spesial. Ibadah tersebut hanya ada saat Ramadhan.
Sayangnya, pandemi corona telah melanda dunia. Nyaris semua negara berpenduduk mayoritas Islam menginstruksikan pelaksaan ibadah dari rumah saja. Dengan begitu, Ramadhan kali ini akan terasa makin "spesial" karena tarawih hanya diadakan rumah. Apa makna sebenarnya di balik shalat tarawih?
Dilansir dari NU Online, Kamis, (23/4), Dewan Pembina Pesantren Raudlatul Qur’an, Geyongan Arjawinangun Cirebon, Mubasysyarum Bih menyebut sebagian ulama berpendapat hikmah pensyariatan 20 rakaat sholat tarawih ialah untuk menambah porsi ibadah umat Islam melebihi rakaat shalat sunah rawatib yang dikukuhkan (al-rawatib al-muakkadah) sebanyak dua kali lipat. Sebab Ramadhan merupakan waktunya menambah beribadah.
Adapun sholat sunah rawatib yang dikukuhkan berjumlah 10 rakaat, yaitu dua rakaat qabliyyah subuh, dua rakaat qabliyyah zhuhur, dua rakaat ba’diyyah zhuhur, dua rakaat ba’diyyah Maghrib dan dua rakaat ba’diyyah Isya’. Sholat tarawih bisa dilakukan sendirian atau berjamaah.
Namun, menurut Mubasysyarum yang paling utama tentu dilaksanakan berjamaah dan bisa dilakukan di rumah bersama keluarga. Pelaksanaannya dengan satu kali salam setiap dua kali rakaat.
Niatnya “Ushalli rak’ataini minat tarâwih” atau “Ushalli rak’ataini min qiyâmi ramadlân.”
Dari makna kata, tarawih bentuk jama’ (plural) dari tarwihatun yang artinya satuan dari beristirahat. Jadi tarawih dimaksudkan untuk dilakukan dengan beberapa kali istirahat. Diceritakan para ulama dahulu beristirahat setiap empat rakaat atau dua kali salam.
Syekh Ibnu Hajar al-Haitami menegaskan: وسميت تراويح؛ لأنهم لطول قيامهم كانوا يستريحون بعد كل تسليمتين
“Dan disebut tarawih, karena mereka beristirahat setiap dua kali salam, sebab lamanya berdiri. Mereka beristirahat tiap usai dua salam (empat rakaat),” demikian ditulis Syekh Ibnu Hajar al-Haitami dalam Tuhfah al-Muhtaj.
Tarawih masuk kategori sholat sunah muaqqatah, yaitu shalat sunah yang diberi waktu khusus. Sehingga apabila tarawih dilakukan di luar waktu yang ditentukan syari’at, hukumnya tidak sah. Menurut pendapat yang kuat dalam mazhab Syafi’i, waktu tarawih sama seperti waktunya shalat witir, yaitu waktu di antara shalat Isya dan terbitnya fajar.
"Itu artinya, sholat tarawih harus dilaksanakan setelah sholat Isya, tidak sah dilakukan sebelumnya. Disunnahkan mengakhirkan sholat witir dari sholat tarawih," ujar Mubasysyarum.
Sedangkan menurut al-Imam al-Halimi waktu pelaksanaannya setelah melewati seperempat malam ke atas. Yang dimaksud malam menurut istilah syari’at yaitu dimulai sejak terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar.
Keterangan tersebut sebagaimana dijelaskan dalam referensi berikut ini: قوله ووقتها بين صلاة العشاء وطلوع الفجر فهي كالوتر في الوقت ويندب تأخيره عنها
“Ucapan Syekh Ibnu Qasim, waktu tarawih adalah di antara shalat Isya’ dan terbitnya fajar, maka tarawih seperti witir dalam hal waktu, dan disunahkan mengakhirkan witir dari tarawih,” tulis Syekh Ibrahim al-Bajuri dalam Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Ibni Qasim.
Baca Juga
Baca Artikel Menarik lainnya di Google News GARUTSELATAN.NET